Generasi YOLO, FOMO, dan FOPO: Apakah Kita Menuju Krisis Identitas?

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Di era digital yang semakin berkembang, gaya hidup generasi milenial dan Gen Z terus berubah, dipengaruhi oleh tiga tren utama: YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People's Opinion). Ketiga fenomena ini memiliki pengaruh besar terhadap cara berpikir, bertindak, dan merencanakan masa depan, terutama dalam konteks identitas diri. Namun, apakah gaya hidup ini membawa generasi muda menuju krisis identitas?

YOLO: Mencari Kebebasan dalam Batas Waktu yang Sempit

Filosofi YOLO mempromosikan gagasan bahwa hidup hanya sekali, sehingga harus dinikmati sepenuhnya tanpa rasa takut akan konsekuensi di masa depan. Di satu sisi, prinsip ini mendorong kebebasan dan pengalaman baru. Namun, dalam jangka panjang, YOLO dapat mendorong perilaku impulsif yang tidak mempertimbangkan dampak pada masa depan.

Menurut data dari Statista, hampir 72% milenial di seluruh dunia percaya bahwa mereka harus "hidup untuk saat ini." Di Indonesia, fenomena ini sangat terasa di kalangan anak muda yang semakin mengutamakan pengalaman daripada materi. Ini menyebabkan peningkatan konsumsi perjalanan, hiburan, dan belanja online. Namun, apakah keputusan-keputusan ini mencerminkan jati diri yang autentik atau hanya sebatas mengikuti tren?

FOMO: Ketakutan Ketinggalan Tren dan Kehilangan Jati Diri

Fenomena FOMO membuat banyak orang merasa cemas ketika melihat orang lain tampak lebih sukses atau menikmati hidup lebih banyak melalui media sosial. Generasi muda semakin merasa bahwa mereka harus selalu terhubung dan terlibat dalam aktivitas sosial, meskipun hal tersebut tidak sesuai dengan kepribadian atau preferensi mereka.

Menurut survei yang dilakukan oleh Global Web Index pada tahun 2023, sekitar 56% pengguna media sosial dari generasi milenial mengaku mengalami FOMO secara teratur. Ini menyebabkan banyak anak muda mengambil keputusan yang tidak rasional demi terlihat "lebih baik" di mata orang lain. Ketakutan akan ketinggalan bisa menyebabkan krisis identitas, di mana individu terus-menerus menyesuaikan diri mereka berdasarkan ekspektasi sosial.

FOPO: Ketakutan Akan Penilaian Orang Lain

Selain YOLO dan FOMO, FOPO semakin merajalela di kalangan generasi muda. FOPO mengacu pada ketakutan akan opini orang lain, terutama di media sosial. Generasi milenial dan Gen Z merasa semakin tertekan untuk tampil sempurna, mengikuti tren, dan membangun citra yang disetujui oleh orang lain.

Sebuah studi yang diterbitkan oleh Journal of Youth Studies menemukan bahwa 80% anak muda di bawah usia 30 tahun mengakui bahwa media sosial meningkatkan kecemasan mereka terkait dengan bagaimana mereka dinilai oleh orang lain. FOPO mendorong individu untuk memprioritaskan citra luar daripada keaslian diri, yang pada akhirnya memperburuk krisis identitas.

Menuju Krisis Identitas?

Dengan adanya tekanan dari ketiga tren ini, banyak generasi muda yang merasa terasing dari jati diri mereka yang sebenarnya. Kebutuhan untuk tampil sukses, tidak ketinggalan, dan diterima oleh masyarakat menjadi prioritas, sehingga banyak yang kehilangan orientasi hidup. Apakah ini tanda-tanda krisis identitas? Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa gaya hidup yang dipengaruhi oleh YOLO, FOMO, dan FOPO dapat menyebabkan gangguan identitas yang serius jika tidak ditangani dengan baik.

Data Statistik dan Dampak Nyata

Dalam survei yang dilakukan oleh Pew Research Center, 69% anak muda di bawah usia 35 tahun mengaku merasa kebingungan dalam menentukan jati diri mereka. Banyak dari mereka yang merasa tidak puas dengan hidup mereka sendiri, terjebak dalam perbandingan sosial, dan merasa perlu untuk terus beradaptasi agar tetap relevan.

Krisis identitas ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan mental, tetapi juga pada kemampuan untuk membuat keputusan jangka panjang, seperti memilih karier atau memulai hubungan yang bermakna.

Generasi muda saat ini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas mereka di tengah tren sosial yang cepat berubah. YOLO, FOMO, dan FOPO memberikan tekanan sosial yang signifikan dan dapat menyebabkan krisis identitas jika tidak diimbangi dengan kesadaran diri dan pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai pribadi. Penting bagi generasi ini untuk menemukan keseimbangan antara menjalani kehidupan yang penuh makna dan tetap setia pada jati diri mereka.