Kebenaran Menurut Socrates: Apakah Kebenaran Absolut Itu Ada?, Ini Penjelasannya
- wallpapercave.com
Malang, WISATA - Socrates, salah satu filsuf terbesar dalam sejarah filsafat Barat, dikenal dengan ajarannya yang mendalam tentang kebenaran, kebajikan, dan keadilan. Pemikirannya yang kritis dan dialektis telah membentuk fondasi filsafat Barat, dan hingga kini masih menjadi topik perdebatan yang hidup di kalangan filsuf dan akademisi. Salah satu pertanyaan mendasar yang diangkat oleh Socrates adalah apakah kebenaran absolut itu ada? Pertanyaan ini bukan sekadar wacana intelektual, tetapi juga merupakan inti dari pencarian Socrates terhadap makna hidup, moralitas, dan pengetahuan.
Dialog Socratic: Jalan Menuju Kebenaran
Pendekatan Socrates dalam mencari kebenaran sering kali dilakukan melalui dialog—metode yang kini dikenal sebagai metode dialektik atau dialog Socratic. Dalam dialog-dialog ini, Socrates tidak memberi jawaban langsung kepada lawan bicaranya. Sebaliknya, ia mengajukan serangkaian pertanyaan untuk memancing pemikiran kritis dan refleksi diri. Metode ini dikenal sebagai elenchus, atau pengujian ide melalui pertanyaan yang berulang-ulang.
Bagi Socrates, kebenaran bukanlah sesuatu yang dapat diperoleh dengan mudah melalui persepsi indrawi atau asumsi umum. Kebenaran adalah sesuatu yang lebih dalam dan harus dicapai melalui refleksi intelektual yang mendalam. Menurutnya, hanya dengan menyelidiki keyakinan-keyakinan kita dan menguji argumen-argumen secara kritis, kita dapat mendekati kebenaran yang sesungguhnya. Namun, apakah kebenaran ini bersifat absolut atau relatif, menjadi perdebatan yang berlangsung hingga kini.
Kebenaran Absolut vs. Relativisme
Socrates sering dikontraskan dengan kaum Sofis, kelompok intelektual yang dominan pada masanya. Kaum Sofis dikenal dengan pandangan mereka yang cenderung relativistik—bahwa kebenaran bersifat subjektif dan tergantung pada individu atau konteks sosial tertentu. Sebaliknya, Socrates meyakini bahwa kebenaran adalah universal dan tidak terpengaruh oleh pandangan atau keyakinan pribadi. Bagi Socrates, ada sesuatu yang lebih dari sekadar persepsi subjektif; ada prinsip-prinsip moral yang tidak berubah dan dapat diakses melalui akal budi.
Dalam dialog "Meno", misalnya, Socrates mencoba menunjukkan bahwa ada pengetahuan yang bersifat bawaan dalam diri manusia, sesuatu yang tidak dapat diperoleh melalui pengalaman indrawi semata. Dia menggunakan contoh geometri untuk menunjukkan bahwa konsep-konsep seperti kebenaran dan keadilan memiliki eksistensi yang lebih tinggi dan independen dari pengalaman kita.