HUT Jakarta : Asal Usul Nama Tempat di Jakarta "Jakarte Punye Cerite" (Bagian 3)

Pelabuhan Tanjung Priok tahun 1940-an.
Sumber :
  • Oleh Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=8598215

Jakarta, WISATA - Perjalanan menyusuri ibu kota Jakarta sekarang menjadi sangat menyenangkan semenjak pemprov DKI Jakarta gencar merevitalisasi sejumlah fasilitas umum, seperti area pedestrian,toilet umum, halte bus TansJakarta dan stasiun kereta api. Perluasan ruang terbuka hijau di Jakarta juga membuat kota metropolitan ini, kini terkesan lebih nyaman dan ramah lingkungan.

Sebagai kota yang penuh dengan peristiwa bersejarah, penamaan sejumlah tempat di Jakarta pun memiliki keterkaitan dengan sebuah peristiwa atau kejadian di masa lalu. Namun ada juga yang dikaitkan dengan nama sesorang yang berpengaruh pada jaman dulu. Banyak hal menarik yang bisa kita kulik dari asal usul nama tempat yang ada di Jakarta. Mau tahu?

Yuk ikuti  bagian ketiga  "Jakarte Punye Cerite" kali ini, tentang asal usul nama tempat di DKI Jakarta dari beberapa sumber.

25.  Petojo.

Kawasan yang terletak di Jakarta Pusat ini, di masa kolonial Belanda menjadi kediaman dari seorang pemimpin orang-orang Bugis yang bernama Aru Petuju yang menyingkir ke Batavia bersama pangeran Bone yang bernama Aru Palaka. Keduanya meminta bantuan VOC untuk mengalahkan sultan Hasanudin dari Gowa yang menguasai Bone. Akhirnya dengan bantuan VOC Bone berhasil direbut kembali dari sultan Hasanudin. Tempat yang dijadikan  kediaman Aru Petuju disebut oleh warga pribumi setempat dengan sebutan Petojo hingga sekarang

26.  Krukut.

Krukut adalah sebuah kelurahan di Jakarta Barat. Ada 2 versi yang meyakini asal usul dari nama Krukut. Yang pertama, beranggapan bahwa nama Krukut berasal dari bahasa Belanda "Kerkhof" yang artinya kuburan. Memang dulu kawasan Krukut menjadi tempat pemakaman buat warga pribumi. Adapun versi kedua, menyebutkan bahwa nama Krukut mengacu pada istilah orang Betawi "krokot" yang ditujukan kepada orang-orang keturunan Arab yang berdagang di kawasan tersebut, artinya pelit atau kikir. Sifat dari kebanyakan para pedagang Arab waktu itu dianggap terlalu berhemat. Dalam perkembangannya banyak pedagang Arab yang menikah dengan wanita pribumi dan menetap di kawasan tersebut.

27. Pinangsia.

Kawasan Pinangsia terletak di Jakarta Barat, berdekatan dengan pusat pertokoan dan perdagangan Glodok. Kawasan ini banyak dihuni oleh orang pribumi yang membuka usaha dagang dan banyak juga orang Tionghoa yang juga membuka usaha. Nama Pinangsia mengacu pada kata finansial.  Pada jaman kolonial Belanda kawasan Pinangsia menjadi pusat finansial dimana terdapat kantor keuangan Belanda. Oleh warga pribumi dan Tionghoa waktu itu, kawasan tersebut dikenal dengan sebutan "finansia" yang kemudian berubah menjadi Pinangsia.

28. Jatinegara.

Kawasan yang terletak di Jakarta Timur ini pada jaman dahulu menjadi tempat pelarian Pangeran Jayakarta setelah kerajaannya berhasil direbut oleh tentara Belanda pimpinan J.P Coen yang kemudian mengganti dengan nama Batavia. Adapun kawasan tempat pelarian pangeran Jayakarta masih merupakan hutan jati yang lebat. Kawasan hutan ini tidak masuk wilayah Batavia waktu itu. Kemudian dengan sisa pengikutnya yang setia pangeran Jayakarta membentuk pemerintahan sendiri dengan nama Jatinegara yang artinya "negara sejati".

29. Pluit.

Kawasan hunian elit ibukota Jakarta ini dulunya bernama "de fluit" yang diambil dari nama sebuah kapal fluitship yang sudah rusak dan sengaja di letakkan Belanda di kali Muara Angke, tujuannya  untuk menahan perlawanan sporadis dari pasukan Banten dari sisi barat selama beberapa tahun. Oleh warga setempat lokasi di sekitar kapal fluitship di kenal dengan sebutan "de fluit" yang kemudian berubah menjadi Pluit hingga sekarang.

30. Marunda.

Kawasan di ujung timur pantai utara Jakarta ini dahulu merupakan pemukiman orang-orang Betawi dan Melayu. Konon, nama Marunda mengacu pada istilah kata "merendah", ini terkait dengan kebiasaan dari orang-orang setempat dalam berperilaku sopan dan merendah.

31. Tanjung Priok.

Asal usul nama kawasan di utara Jakarta ini ada dua versi. Versi yang pertama, menyebutkan bahwa kata "tanjung" artinya daratan yang menjorok ke laut, sedangkan priok adalah sebutan panci untuk masak terbuat dari tanah liat yang menjadi komoditas perdagangan di jaman Hindia Belanda. Sehingga tempat itu dikenal dengan nama Tanjung Priok.

Adapun versi lainnya meyakini bahwa Tanjung Priok berkaitan dengan peristiwa yang dialami Mbah Priok. Mbah Priok yang nama aslinya adalah Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad merupakan tokoh agama Islam yang berasal dari Palembang. Tahun 1756 beliau berlayar dari Palembang ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam. Namun, ditengah lautan kapalnya diterjang ombak besar yang menewaskan 3 anak buahnya. Habib Hasan yang terombang ambing dilautan hanya mengandalkan sampan dan priok yang mengambang, namun akhirnya meninggal dilautan. Konon, jasadnya terdorong oleh ombak dan lumba-lumba hingga terdampar di pantai utara Batavia. Oleh nelayan setempat dimakamkan di tempat tersebut dan di lokasi makamnya kemudian tumbuh pohon tanjung. Berdasarkan kejadian tersebut lokasi disekitar makam disebut dengan nama Tanjung Priok.

Demikian kisah asal usul dari beberapa nama tempat di kota Jakarta yang diyakini hingga sekarang. Selamat menjelajahi ibu kota nusantara DKI Jakarta sambil menikmati perjalanan sejarahnya

Jakarta, WISATA - Perjalanan menyusuri ibu kota Jakarta sekarang menjadi sangat menyenangkan semenjak pemprov DKI Jakarta gencar merevitalisasi sejumlah fasilitas umum, seperti area pedestrian,toilet umum, halte bus TansJakarta dan stasiun kereta api. Perluasan ruang terbuka hijau di Jakarta juga membuat kota metropolitan ini, kini terkesan lebih nyaman dan ramah lingkungan.

Sebagai kota yang penuh dengan peristiwa bersejarah, penamaan sejumlah tempat di Jakarta pun memiliki keterkaitan dengan sebuah peristiwa atau kejadian di masa lalu. Namun ada juga yang dikaitkan dengan nama sesorang yang berpengaruh pada jaman dulu. Banyak hal menarik yang bisa kita kulik dari asal usul nama tempat yang ada di Jakarta. Mau tahu?

Yuk ikuti  bagian ketiga  "Jakarte Punye Cerite" kali ini, tentang asal usul nama tempat di DKI Jakarta dari beberapa sumber.

25.  Petojo.

Kawasan yang terletak di Jakarta Pusat ini, di masa kolonial Belanda menjadi kediaman dari seorang pemimpin orang-orang Bugis yang bernama Aru Petuju yang menyingkir ke Batavia bersama pangeran Bone yang bernama Aru Palaka. Keduanya meminta bantuan VOC untuk mengalahkan sultan Hasanudin dari Gowa yang menguasai Bone. Akhirnya dengan bantuan VOC Bone berhasil direbut kembali dari sultan Hasanudin. Tempat yang dijadikan  kediaman Aru Petuju disebut oleh warga pribumi setempat dengan sebutan Petojo hingga sekarang

26.  Krukut.

Krukut adalah sebuah kelurahan di Jakarta Barat. Ada 2 versi yang meyakini asal usul dari nama Krukut. Yang pertama, beranggapan bahwa nama Krukut berasal dari bahasa Belanda "Kerkhof" yang artinya kuburan. Memang dulu kawasan Krukut menjadi tempat pemakaman buat warga pribumi. Adapun versi kedua, menyebutkan bahwa nama Krukut mengacu pada istilah orang Betawi "krokot" yang ditujukan kepada orang-orang keturunan Arab yang berdagang di kawasan tersebut, artinya pelit atau kikir. Sifat dari kebanyakan para pedagang Arab waktu itu dianggap terlalu berhemat. Dalam perkembangannya banyak pedagang Arab yang menikah dengan wanita pribumi dan menetap di kawasan tersebut.

27. Pinangsia.

Kawasan Pinangsia terletak di Jakarta Barat, berdekatan dengan pusat pertokoan dan perdagangan Glodok. Kawasan ini banyak dihuni oleh orang pribumi yang membuka usaha dagang dan banyak juga orang Tionghoa yang juga membuka usaha. Nama Pinangsia mengacu pada kata finansial.  Pada jaman kolonial Belanda kawasan Pinangsia menjadi pusat finansial dimana terdapat kantor keuangan Belanda. Oleh warga pribumi dan Tionghoa waktu itu, kawasan tersebut dikenal dengan sebutan "finansia" yang kemudian berubah menjadi Pinangsia.

28. Jatinegara.

Kawasan yang terletak di Jakarta Timur ini pada jaman dahulu menjadi tempat pelarian Pangeran Jayakarta setelah kerajaannya berhasil direbut oleh tentara Belanda pimpinan J.P Coen yang kemudian mengganti dengan nama Batavia. Adapun kawasan tempat pelarian pangeran Jayakarta masih merupakan hutan jati yang lebat. Kawasan hutan ini tidak masuk wilayah Batavia waktu itu. Kemudian dengan sisa pengikutnya yang setia pangeran Jayakarta membentuk pemerintahan sendiri dengan nama Jatinegara yang artinya "negara sejati".

29. Pluit.

Kawasan hunian elit ibukota Jakarta ini dulunya bernama "de fluit" yang diambil dari nama sebuah kapal fluitship yang sudah rusak dan sengaja di letakkan Belanda di kali Muara Angke, tujuannya  untuk menahan perlawanan sporadis dari pasukan Banten dari sisi barat selama beberapa tahun. Oleh warga setempat lokasi di sekitar kapal fluitship di kenal dengan sebutan "de fluit" yang kemudian berubah menjadi Pluit hingga sekarang.

30. Marunda.

Kawasan di ujung timur pantai utara Jakarta ini dahulu merupakan pemukiman orang-orang Betawi dan Melayu. Konon, nama Marunda mengacu pada istilah kata "merendah", ini terkait dengan kebiasaan dari orang-orang setempat dalam berperilaku sopan dan merendah.

31. Tanjung Priok.

Asal usul nama kawasan di utara Jakarta ini ada dua versi. Versi yang pertama, menyebutkan bahwa kata "tanjung" artinya daratan yang menjorok ke laut, sedangkan priok adalah sebutan panci untuk masak terbuat dari tanah liat yang menjadi komoditas perdagangan di jaman Hindia Belanda. Sehingga tempat itu dikenal dengan nama Tanjung Priok.

Adapun versi lainnya meyakini bahwa Tanjung Priok berkaitan dengan peristiwa yang dialami Mbah Priok. Mbah Priok yang nama aslinya adalah Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad merupakan tokoh agama Islam yang berasal dari Palembang. Tahun 1756 beliau berlayar dari Palembang ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam. Namun, ditengah lautan kapalnya diterjang ombak besar yang menewaskan 3 anak buahnya. Habib Hasan yang terombang ambing dilautan hanya mengandalkan sampan dan priok yang mengambang, namun akhirnya meninggal dilautan. Konon, jasadnya terdorong oleh ombak dan lumba-lumba hingga terdampar di pantai utara Batavia. Oleh nelayan setempat dimakamkan di tempat tersebut dan di lokasi makamnya kemudian tumbuh pohon tanjung. Berdasarkan kejadian tersebut lokasi disekitar makam disebut dengan nama Tanjung Priok.

Demikian kisah asal usul dari beberapa nama tempat di kota Jakarta yang diyakini hingga sekarang. Selamat menjelajahi ibu kota nusantara DKI Jakarta sambil menikmati perjalanan sejarahnya

strong>(TAMAT)