Wapres Gibran Ditugaskan Urus Papua, Tapi Rakyat Papua Menolak? Inilah Fakta dan Klarifikasinya

- viva.co.id/Fajar Sodik
Jakarta, WISATA – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka belakangan ramai dibicarakan karena kabar penempatannya di Papua untuk mengurus percepatan pembangunan. Isu ini mencuat setelah Menko Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra menyebut Gibran akan berkantor di Papua sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap wilayah timur Indonesia.
Namun, Istana segera meluruskan bahwa penugasan tersebut bukan perintah langsung Presiden Prabowo, melainkan amanat dari Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Dalam UU tersebut, Wapres memang ditunjuk sebagai Ketua Badan Percepatan Pembangunan Otsus Papua, namun tidak harus berkantor di Papua secara permanen.
Penugasan Gibran tersebut memicu reaksi beragam dari masyarakat Papua dan kelompok sipil, seperti:
- Ketua Pemuda Gereja Papua, Akia Wenda, menyatakan harapan agar kehadiran Gibran bukan sekadar simbolik, melainkan membawa keadilan dan solusi nyata. “Kami bukan objek pembangunan, kami pemilik tanah ini,” ujarnya.
- TPNPB-OPM (Organisasi Papua Merdeka) secara tegas menolak penugasan Gibran, mempertanyakan kualifikasinya dan menyebutnya sebagai “anak ingusan” yang tidak mampu menyelesaikan konflik Papua.
- Pengamat politik menyebut penugasan ini bisa jadi strategi pencitraan, namun juga berisiko jika tidak dibarengi pendekatan yang tepat dan dialog dengan masyarakat adat.
Jadi, apakah benar Gibran pindah kantor ke Papua? Jawabannya: tidak. Menurut klarifikasi dari Mensesneg Prasetyo Hadi, yang akan berkantor di Papua adalah Sekretariat Badan Percepatan Pembangunan Otsus Papua, bukan Wapres secara pribadi. Gibran sendiri menyatakan siap ditugaskan di mana saja, termasuk Papua, dan menyebut tugas ini sebagai kelanjutan dari program Wapres Ma’ruf Amin sebelumnya.
Penugasan Wapres Gibran ke Papua bukanlah keputusan politik semata, melainkan bagian dari amanat UU Otsus. Namun, reaksi masyarakat Papua menunjukkan bahwa pendekatan simbolik saja tidak cukup. Pemerintah perlu memastikan bahwa kehadiran negara benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat Papua, bukan sekadar formalitas.