AI: Pedang Bermata Dua di Tengah Ketegangan Global

Penggunaan AI dalam Drone Militer.
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, INTI - Di era modern ini, kecerdasan buatan (AI) menjadi salah satu teknologi paling revolusioner yang pernah diciptakan manusia. Teknologi ini membuka banyak peluang baru, dari efisiensi bisnis hingga inovasi di bidang kesehatan dan pendidikan. Namun, di balik potensinya, AI juga menjadi pedang bermata dua, terutama ketika dunia menghadapi ketegangan geopolitik yang semakin memanas.

Dari Demokratisasi AI ke Risiko Global

Konsep "demokratisasi AI" bertujuan menjadikan teknologi ini dapat diakses oleh semua orang. Artinya, bukan hanya perusahaan besar atau negara maju yang memiliki teknologi ini, tetapi juga individu dan organisasi kecil di seluruh dunia.

Namun, demokratisasi AI juga membawa risiko besar. Dengan akses yang lebih luas, kemungkinan penyalahgunaan teknologi ini pun meningkat. Misalnya, AI dapat digunakan untuk membuat deepfake yang menyebarkan disinformasi, atau bahkan untuk merancang serangan siber yang lebih canggih. Dalam konteks geopolitik, risiko ini bisa menjadi lebih serius karena negara-negara bisa menggunakan AI untuk memperkuat dominasi mereka atau bahkan memulai perlombaan senjata teknologi.

Ketegangan Internasional dan Perlombaan Teknologi

Ketegangan global saat ini, seperti konflik perdagangan antara negara-negara besar, memperburuk situasi. Negara-negara bersaing untuk menjadi yang terdepan dalam pengembangan AI, yang sering kali memunculkan perlombaan teknologi.

Seperti halnya perlombaan senjata nuklir di abad ke-20, perlombaan AI saat ini berpotensi menciptakan ketidakstabilan global. Jika satu negara terlalu dominan dalam AI, negara lain mungkin merasa terancam dan mencoba mengejar ketertinggalan dengan segala cara, termasuk tindakan yang tidak etis.

Sebagai contoh, pengembangan senjata otonom berbasis AI menjadi topik yang semakin sering dibahas. Teknologi ini dapat membuat keputusan sendiri untuk menyerang tanpa campur tangan manusia. Jika tidak diatur dengan baik, hal ini dapat memicu konflik yang tidak terkendali.

Perlunya Regulasi Global

Menghadapi risiko ini, regulasi global menjadi kebutuhan mendesak. Namun, menyusun regulasi AI tidaklah mudah, terutama karena negara-negara memiliki kepentingan yang berbeda.

Beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Kerja Sama Internasional
    Organisasi seperti PBB dapat menjadi platform untuk mendiskusikan dan menyusun aturan tentang penggunaan AI.
  2. Standar Etika Global
    Perlu adanya kesepakatan global tentang etika penggunaan AI, seperti larangan penggunaan AI untuk menciptakan senjata mematikan atau alat penyebar disinformasi.
  3. Transparansi dan Akuntabilitas
    Negara dan korporasi harus transparan tentang bagaimana mereka menggunakan AI dan bertanggung jawab atas dampaknya.

Apa Peran Indonesia?

Sebagai negara berkembang yang mulai serius mengembangkan teknologi AI, Indonesia memiliki peluang untuk memainkan peran penting dalam mendorong regulasi AI yang etis dan bertanggung jawab.

Beberapa hal yang bisa dilakukan:

  • Meningkatkan Investasi Riset AI
    Indonesia perlu meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan AI agar tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pencipta teknologi ini.
  • Membangun Kesadaran Publik
    Masyarakat perlu memahami risiko dan manfaat AI agar dapat menggunakannya secara bijak.
  • Memimpin Diskusi di Asia Tenggara
    Indonesia bisa menjadi pionir dalam membentuk konsensus regional tentang regulasi AI.

AI Adalah Pilihan Kita

AI adalah teknologi yang luar biasa, tetapi bagaimana kita menggunakannya adalah pilihan kita. Apakah kita ingin menjadikannya alat untuk kebaikan yang membawa manfaat bagi semua orang, atau membiarkannya menjadi ancaman yang merugikan banyak pihak?

Yang jelas, AI adalah pedang bermata dua yang harus dipegang dengan hati-hati. Dunia perlu bersatu untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara etis dan bertanggung jawab. Dalam ketegangan global seperti sekarang, regulasi AI bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan.