Revolusi Mobil Listrik Terancam? Inilah Mengapa Pasokan Logam Baterai Jadi Penentu Utama

Mobil Listrik (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Revolusi mobil listrik (EV) yang menjanjikan masa depan bebas emisi karbon menghadapi tantangan besar: pasokan logam baterai. Di balik perkembangan pesat mobil listrik, logam seperti nikel, lithium, kobalt, dan grafit menjadi faktor penentu utama. Tanpa pasokan yang stabil dan berkelanjutan dari logam-logam ini, pertumbuhan industri kendaraan listrik bisa terhenti. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana pasokan logam baterai memengaruhi masa depan revolusi mobil listrik, serta apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi potensi krisis pasokan.

Meningkatnya Kebutuhan Baterai EV dan Logam Penting

Dengan lebih dari 10 juta kendaraan listrik terjual secara global pada tahun 2022 menurut International Energy Agency (IEA), kebutuhan akan baterai lithium-ion yang digunakan di hampir semua EV terus meningkat. Baterai ini tidak bisa diproduksi tanpa pasokan logam penting seperti nikel, lithium, dan kobalt.

Menurut McKinsey & Company, permintaan global untuk logam-logam ini diperkirakan akan tumbuh secara eksponensial dalam 10 tahun ke depan. Permintaan lithium diperkirakan akan meningkat menjadi 1,8 juta ton pada 2030, sedangkan nikel akan mencapai 2,5 juta ton, dan kobalt akan tumbuh sebesar 60% dalam kurun waktu yang sama. Tanpa logam-logam ini, baterai yang menjadi tulang punggung teknologi EV tidak dapat diproduksi, yang berarti bahwa seluruh revolusi mobil listrik akan terancam.

Indonesia dan Pentingnya Nikel

Indonesia memiliki peran strategis dalam pasokan global nikel, salah satu logam paling penting dalam produksi baterai EV. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia telah menjadi pemain kunci dalam rantai pasokan global. Pemerintah Indonesia juga mendorong hilirisasi untuk memastikan bahwa negara tidak hanya mengekspor bijih mentah tetapi juga produk nikel yang bernilai tambah.

Namun, peningkatan permintaan ini juga menghadirkan tantangan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia melaporkan bahwa meskipun Indonesia memiliki kapasitas besar, tantangan lingkungan dan sosial yang terkait dengan pertambangan nikel perlu dikelola dengan bijak agar Indonesia tetap kompetitif dalam jangka panjang.

Kobalt dan Tantangan Etika

Selain nikel, kobalt juga merupakan logam yang sangat dibutuhkan untuk baterai EV. Sayangnya, sebagian besar kobalt dunia diproduksi di Democratic Republic of Congo (DRC), yang sering kali dihubungkan dengan masalah hak asasi manusia, seperti pekerja anak dan kondisi kerja yang tidak aman. Banyak perusahaan otomotif besar seperti Tesla dan BMW telah mulai mengeksplorasi opsi untuk mengurangi ketergantungan pada kobalt atau mencari sumber alternatif yang lebih etis.

Lithium: Emas Putih yang Terus Dicari

Lithium, sering disebut sebagai "emas putih", adalah bahan utama dalam baterai lithium-ion. Sebagian besar lithium dunia diproduksi di Lithium Triangle di Amerika Selatan, yang mencakup Chile, Argentina, dan Bolivia. Namun, dengan meningkatnya permintaan, banyak negara, termasuk Australia dan China, berupaya memperluas produksi lithium mereka.

Seperti halnya nikel, proses ekstraksi lithium tidak bebas masalah. Penggunaan air yang besar dalam ekstraksi lithium telah menjadi isu lingkungan, terutama di daerah yang sudah mengalami kekeringan.

Inovasi Teknologi Baterai: Apakah Solusi Ada?

Dengan tantangan pasokan logam yang semakin meningkat, banyak perusahaan teknologi dan otomotif mulai berinvestasi dalam penelitian untuk menemukan alternatif bahan baku baterai. Salah satu teknologi yang sedang berkembang adalah baterai solid-state, yang menjanjikan efisiensi lebih tinggi dan ketergantungan yang lebih rendah pada logam-logam seperti kobalt dan nikel.

Namun, menurut BloombergNEF, teknologi ini masih dalam tahap pengembangan awal dan belum siap untuk diproduksi secara massal dalam waktu dekat. Oleh karena itu, pasokan logam penting seperti nikel dan lithium tetap akan menjadi kunci pertumbuhan mobil listrik dalam dekade mendatang.

Krisis Pasokan dan Dampak Ekonomi Global

Krisis pasokan logam baterai dapat memiliki dampak besar terhadap ekonomi global. Jika pasokan logam penting seperti nikel dan lithium terganggu, harga baterai bisa melonjak, yang pada akhirnya dapat menaikkan harga kendaraan listrik. Hal ini bisa menghambat adopsi EV secara luas, terutama di pasar negara berkembang di mana harga yang lebih tinggi dapat menjadi penghalang utama bagi konsumen.

Menurut Bank Dunia, kenaikan harga logam dapat mempengaruhi rantai pasokan global, menyebabkan inflasi pada produk yang bergantung pada logam-logam ini, termasuk kendaraan listrik dan perangkat elektronik lainnya. Hal ini menimbulkan risiko besar bagi masa depan transisi energi bersih.

Revolusi mobil listrik menghadapi tantangan serius terkait pasokan logam baterai. Tanpa pasokan yang stabil dan berkelanjutan dari nikel, lithium, dan kobalt, pertumbuhan industri EV dapat terhenti. Meskipun teknologi alternatif seperti baterai solid-state menjanjikan solusi di masa depan, saat ini ketergantungan pada logam-logam tersebut masih sangat tinggi. Oleh karena itu, manajemen rantai pasokan yang bijak dan inovasi dalam ekstraksi serta produksi logam menjadi sangat penting untuk menjaga momentum revolusi mobil listrik.