Inisiatif Global untuk Membangun Ekosistem AI yang Inklusif dan Adil

Wamenkominfo Nezar Patria
Sumber :
  • Handoko/Istimewa

Jakarta, WISATA - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), ketimpangan akses dan pemanfaatan teknologi ini menjadi isu yang semakin mendesak. Pada KORIKA AI Innovation Summit 2024, yang diselenggarakan pada 13 Agustus 2024, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Nezar Patria, menyoroti pentingnya pendekatan inklusif dalam pengembangan AI guna mengatasi fenomena AI Divide.

AI Divide: Masalah yang Mengancam Keberlanjutan Global

AI Divide menggambarkan ketimpangan yang signifikan dalam hal akses, kemampuan, dan hasil dari penggunaan AI antara negara-negara berpenghasilan tinggi dan rendah. Negara-negara maju menikmati keuntungan yang luar biasa dari AI, sementara negara-negara berkembang sering kali tertinggal jauh. Ini adalah masalah yang tidak hanya berpengaruh pada skala nasional, tetapi juga menciptakan ketidakadilan di tingkat individu dan institusi.

Nezar Patria menekankan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah berada pada posisi yang kurang menguntungkan dalam skenario global ini. Infrastruktur digital yang tidak memadai, biaya yang tinggi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang terampil menjadi hambatan utama dalam mengadopsi AI secara efektif.

Membangun Infrastruktur Digital yang Inklusif

Salah satu poin penting yang diangkat oleh Nezar Patria adalah perlunya peningkatan infrastruktur digital di negara-negara berkembang. Tanpa infrastruktur yang kuat, seperti akses listrik yang stabil, jaringan broadband berkecepatan tinggi, dan pusat data yang andal, negara-negara ini tidak dapat bersaing dalam ekonomi global yang semakin didorong oleh teknologi.

Nezar Patria juga menekankan pentingnya Transfer of Technology and Knowledge sebagai solusi untuk mempersempit kesenjangan AI. Negara-negara maju harus berbagi teknologi dan pengetahuan mereka dengan negara-negara berkembang untuk menciptakan lingkungan yang lebih kolaboratif. Ini bukan hanya tentang memberikan akses, tetapi juga tentang membangun kapasitas lokal sehingga negara-negara berkembang dapat mandiri dalam mengembangkan dan memanfaatkan teknologi AI.

Mengatasi Ketimpangan Keterampilan dan Penggunaan AI

Selain infrastruktur, masalah besar lainnya adalah keterbatasan keterampilan di negara-negara berkembang. Tanpa pendidikan dan pelatihan yang memadai, banyak masyarakat di negara-negara ini tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan AI secara efektif. Ini menciptakan ketimpangan dalam penggunaan AI, di mana hanya sebagian kecil populasi yang dapat menikmati manfaatnya.

Program-program seperti Digital Talent Scholarship (DTS) yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk mengatasi tantangan ini dengan meningkatkan kompetensi talenta digital di bidang AI. Namun, Nezar Patria menggarisbawahi bahwa upaya ini perlu didukung dengan kebijakan yang komprehensif dan investasi yang berkelanjutan untuk menciptakan ekosistem AI yang inklusif dan adil.

Etika dan Kepercayaan dalam Pengembangan AI

Di samping ketimpangan dalam akses dan keterampilan, masalah etika juga menjadi perhatian utama dalam pengembangan AI. Algoritma AI yang bias dapat menghasilkan keputusan yang diskriminatif, merugikan kelompok marginal, dan memperparah ketidakadilan sosial yang sudah ada. Oleh karena itu, Nezar Patria menekankan pentingnya mengembangkan AI yang aman, etis, dan dapat dipercaya.

Untuk itu, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Etika Kecerdasan Artifisial yang menetapkan prinsip-prinsip inklusivitas, transparansi, dan kemanusiaan dalam penggunaan AI. Panduan ini dirancang untuk memastikan bahwa teknologi AI yang dikembangkan di Indonesia mematuhi standar etika yang ketat, sehingga dapat memberikan manfaat bagi semua masyarakat, tanpa diskriminasi.

Langkah-Langkah Konkret Menuju Inklusi Teknologi

Nezar Patria juga menyoroti inisiatif di tingkat regional, seperti ASEAN Guide on AI Governance and Ethics, yang berfungsi sebagai panduan bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk merancang, mengembangkan, dan menerapkan sistem AI yang bertanggung jawab. Ini adalah bagian dari upaya kolektif untuk menciptakan ekosistem AI yang inklusif dan berkelanjutan, di mana semua negara dapat berbagi manfaat dari teknologi ini.

Selain itu, penguatan dialog sosial tentang hak-hak pekerja dan peningkatan kualitas pekerjaan di era AI juga menjadi fokus utama. Nezar Patria menekankan pentingnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat yang terdampak, dalam proses pengembangan dan implementasi AI untuk menghindari bias dan memastikan bahwa teknologi ini benar-benar bermanfaat bagi semua pihak.

Kesenjangan AI adalah tantangan global yang tidak bisa diabaikan. Untuk menciptakan masa depan teknologi yang inklusif dan adil, diperlukan kerjasama internasional yang erat, investasi yang berkelanjutan, dan kebijakan yang proaktif. Nezar Patria mengakhiri pidatonya dengan ajakan kepada semua negara untuk berkontribusi dalam membangun ekosistem AI yang inklusif, di mana setiap orang, tanpa memandang latar belakang ekonomi, dapat menikmati manfaat dari kemajuan teknologi ini. Hanya dengan demikian, AI dapat menjadi kekuatan yang benar-benar mendorong kesejahteraan global dan keadilan sosial.