Absolutisme vs Relativisme: Membongkar Perseteruan Pemikiran Socrates dan Kaum Sophis
- Handoko/Istimewa
Malang, WISATA - Dalam sejarah filsafat, salah satu perdebatan paling fundamental adalah antara absolutisme dan relativisme. Di Yunani kuno, perdebatan ini terwujud dalam perseteruan pemikiran antara Socrates dan kaum Sophis. Kedua kubu ini memiliki pandangan yang sangat berbeda mengenai kebenaran, moralitas, dan bagaimana manusia harus memahami dunia. Sementara kaum Sophis, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Protagoras dan Gorgias, mempromosikan relativisme, Socrates berdiri teguh pada prinsip absolutisme moral dan epistemologi.
Konflik antara pemikiran ini tidak hanya mencerminkan pertentangan intelektual pada masanya, tetapi juga menggambarkan perbedaan fundamental dalam cara manusia memahami kebenaran dan kebajikan. Artikel ini akan mengeksplorasi lebih dalam tentang bagaimana perseteruan antara Socrates dan kaum Sophis membentuk fondasi filsafat Barat dan dampaknya hingga hari ini.
Kaum Sophis dan Relativisme Moral
Kaum Sophis adalah sekelompok intelektual Yunani yang dikenal sebagai pengajar dan ahli retorika. Mereka dikenal sebagai guru bayaran yang berkeliling dari kota ke kota, menawarkan pendidikan dalam seni berdebat, pidato, dan persuasi politik. Kaum Sophis meyakini bahwa kebenaran dan moralitas bersifat relatif—tidak ada satu kebenaran universal yang berlaku untuk semua orang pada semua waktu dan tempat.
Protagoras, salah satu tokoh Sophis yang paling terkenal, menyatakan bahwa "manusia adalah ukuran segala sesuatu." Dalam pandangan ini, kebenaran tidak ditentukan oleh sesuatu yang objektif, melainkan oleh persepsi individu. Apa yang benar bagi seseorang mungkin tidak benar bagi orang lain, tergantung pada konteks sosial, budaya, dan personal mereka. Relativisme ini menjadikan kaum Sophis tokoh kontroversial pada masanya karena mereka sering kali dianggap merusak tatanan moral dan keadilan tradisional.
Relativisme moral yang diajarkan oleh kaum Sophis menekankan bahwa tidak ada standar etika yang mutlak. Bagi mereka, kebajikan atau moralitas bergantung pada situasi dan bisa berbeda-beda sesuai kebutuhan individu atau kelompok. Dalam konteks politik, relativisme ini memberi ruang bagi manipulasi dan penggunaan kekuasaan untuk mencapai tujuan pribadi, yang sering dikritik sebagai amoral oleh para filsuf yang lebih tradisional.
Socrates dan Absolutisme Moral